Pages

Sunday, 1 January 2017

Kerajaan Sungai Serut dan Sungai Lemau Bengkulu


Kerajaan Sungai Serut
Kerajaan Sungai Serut


Pada zaman dahulu, di daerah Bengkulu, pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sungai Serut. Ratu Agung, seorang pangeran berasal dari Banten. Sebagai seorang pangeran yang merangkap pedagang yang mengumpul lada di Sungai Serut ia membina satu kerajaan Sungai Serut yang mengumpulkan hasil bumi dari pedalaman, terutama lada untuk Banten.

Ratu Agung memerintah Kerajaan Sungai Serut dengan arif bijaksana. Ia sangat disegani oleh rakyatnya. Adapun rakyat yang diperintahkan oleh Ratu Agung ialah rakyat Rejang Sawah/Sabah (Suku Rejang yang berasal dari Lebong di dataran tinggi Bukit Barisan yang menyebar ke pesisir). Rakyatnya berperawakan tinggi, tegap, dan besar melebihi ukuran manusia pada umumnya.

Ratu Agung mempunyai enam orang putra dan seorang putri. Keenam putra Ratu Agung adalah Kelamba Api/Raden Cili, Manuk Mincur, Lemang Batu, Tajuk Rompong, Rindang Papan, Anak Dalam, dan yang paling bungsu adalah seorang putri bernama Putri Gading Cempaka.

Seiring berjalannya waktu, Putri Gading Cempaka pun tumbuh menjadi gadis dewasa. Demikian pula Ratu Agung yang kian menua usianya. Suatu hari, penguasa Kerajaan Sungai Serut itu sakit keras. Ia
mendapat firasat bahwa ajalnya tidak lama lagi tiba. Maka, sang Raja pun mengumpulkan ketujuh putra-putrinya untuk menyampaikan wasiat kepada mereka.

“Demi menjunjung tinggi rasa keadilan, kedamaian, dan ketenteraman di negeri ini, Aku mewasiatkan tahta Kerajaan Sungai Serut ini kepada putraku Anak Dalam. Aku berharap agar kalian semua tetap bersatu baik dalam suka maupun duka,“ ujar Ratu Agung kepada putra-putrinya seraya melanjutkan wasiatnya yang kedua, “Sekiranya negeri Sungai Serut ditimpa musibah besar dan tidak bisa lagi dipertahankan, menyingkirlah kalian ke Gunung Bungkuk. Kelak di sana akan datang seorang raja yang berjodoh dengan anak gadisku tercinta, Putri Gading Cempaka.”

Wasiat tentang tahta Kerajaan Sungai Serut itu pun diterima oleh Anak Dalam tanpa ada ada rasa iri hati  dari kelima saudara tuanya. Bahkan, mereka sangat mendukung dipilihnya Anak Dalam sebagai pewaris tahta. Selang beberapa hari kemudian, Raja Ratu Agung pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Suatu hari, datanglah seorang putra mahkota dari Kerajaan Aceh bernama Pangeran Raja Muda Aceh hendak meminang Putri Gading Cempaka. Sang Pangeran datang bersama pasukannya menggunakan kapal layar. Setiba di pelabuhan Bangkahulu, sang Pangeran mengutus beberapa penasehatnya ke istana Kerajaan Sungai Serut untuk menyampaikan pinangannya kepada Raja Anak Dalam.

Karena Karajaan Sungai Serut masih dalam suasana berkabung, rencana pernikahan terpaksa ditolak oleh kakak Putri Gading Cempaka yang bernama Raja Anak Dalam Muaro Bangkahulu yang menggantikan Ayahandanya sebagai Raja Sungai Serut. Mendapat penolakan itu, Raja Aceh sangat tersinggung dan terjadilah perang antara Kerajaan Sungai Serut dengan pasukan Raja Aceh. 

Dalam perang yang tidak seimbang, karena laskar Raja Aceh lebih banyak dan lebih siap, maka kerajaan Sungai Serut hanya mampu bertahan dengan membuat empang (blokade) ke hulu. Perang akhirnya berlangsung hingga berhari-hari dengan memakan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Perang terus berkecamuk. Mayat-mayat yang sudah berhari-hari bergelimpangan tanpa terurus mulai membusuk. Menurut cerita rakyat, perang ini menjadi asal usul nama Bengkulu.

Raja Anak Dalam beserta seluruh pasukannya merasa sudah tidak tahan lagi dengan peperangan tersebut. Mereka juga sudah tak sanggup menahan bau busuk mayat para prajurit yang telah gugur. Saat itulah, sang Raja teringat pada wasiat ayahandanya.

“Wahai saudara-saudaraku! Sesuai dengan pesan ayahanda bahwa jika Kerajaan Sungai Serut sudah tidak aman, kita disarankan untuk menyingkir ke Gunung Bungkuk,” kata Raja Anak Dalam.

Akhirnya, Raja Anak Dalam beserta keenam saudaranya segera menarik diri menuju Gunung Bungkuk. Sementara itu, Pangeran Raja Muda Aceh bersama pasukannya yang masih hidup kembali ke Tanah Rencong tanpa membawa hasil.

Kerajaan Sungai Lemau
Kerajaan Sungai Lemau 


Sepeninggal Raja Anak Dalam ke Gunung Bungkuk, Kerajaan Sungai Serut menjadi kacau. Mendengar kabar kekosongan kekuasaan di Kerajaan Sungai Serut, datanglah empat bangsawan Lebong Balik Bukit untuk menjadi raja di sana. Namun, setelah berhasil menguasai negeri tersebut, mereka malah saling bertikai karena memperebutkan wilayah kekuasaan. Menurut cerita, pertikaian keempat bangsawan tersebut didamaikan oleh Maharaja Sakti, seorang pengelana dari Kerajaan Pagaruyung. Ia adalah seorang utusan Kerajaan Pagaruyung, kerajaan di Minangkabau yang diperintah oleh Seri Maharaja Diraja.

Setelah dinobatkan menjadi Raja Bangkahulu, Baginda Maharaja Sakti berangkat menuju ke Bangkahulu, diiringi oleh ratusan pengawal. Keempat bangsawan yang tadinya bertikai juga ikut mengiringi sang Raja. Setiba di sana, upacara penobatan sebagai raja di Kerajaan Bangkahulu pun telah disiapkan. Namun, ketika upacara akan dimulai, tiba-tiba langit berubah menjadi gelap, lalu turunlah hujan sangat deras diiringi angin kencang. Atas kesepakatan bersama, upacara penobatan akhirnya ditunda hingga cuaca kembali cerah. Namun, hingga malam hari, hujan dan badai tak kunjung berhenti.

Malam harinya, Baginda Maharaja Sakti bermimpi melihat seorang bidadari sedang menari-nari di tengah hujan badai. Ajaibnya, tak sedikit pun tubuh sang bidadari basah terkena air hujan. Sang Bidadari kemudian pergi menuju ke Gunung Bungkuk. Keesokan harinya, Baginda Maharaja Sakti menceritakan perihal mimpinya kepada keempat bangsawan. Para bangsawan kemudian meminta seorang peramal untuk menafsirkan mimpi tersebut.

Ternyata, bidadari cantik yang ada di dalam mimpi Baginda adalah Putri Gading Cempaka, putri penguasa wilayah ini di masa lalu. Kini, ia tinggal di Gunung Bungkuk bersama keenam saudaranya. Sang baginda pun berhasrat meminang Putri Gading Cempaka. Ia lalu mengutus keempat bangsawan beserta beberapa pengawalnya untuk menjemput Putri Gading Cempaka di Gunung Bungkuk. Setiba di sana, mereka menghadap Raja Anak Dalam.

Raja Anak Dalam bersama saudara-saudaranya pun menerima pinangan Maharaja Sakti sesuai dengan wasiat ayah mereka. Akhirnya, pesta pernikahan Putri Gading Cempaka dengan Maharaja Sakti pun dilangsungkan di Bangkahulu. Pesta berlangsung meriah karena bersamaan dengan upacara penobatan Maharaja Sakti menjadi raja di Negeri Bangkahulu.

Setelah menikah, dibangunlah pusat kerajaan baru. Oleh karena letak kerajaan itu berada di Kuala Sungai Lemau, maka kerajaan itu pun berganti nama menjadi Kerajaan Sungai Lemau. Baginda Maharaja Sakti memimpin kerajaan Sungai Lemau dengan arif bijaksana. Ia beserta permaisurinya, Putri Gading Cempaka, hidup bahagia.

Sumber : 

1 comment:

  1. Ini Baru Sesuai Cerita Yang Ada, Pengalaman Dari Mimpi Disuruh Ziarah Kekaki Gunung Bungkuk

    ReplyDelete