Singaran Pati pemuda dengan perawakan sedang, kulit sawo matang, pemuda yang cukup dikenal di kampungnya, karena dia rajin, ulet, suka menolong tetangga dan sekitarnya hingga dia termasuk menjadi pemuka kaum muda di Lembak Beliti, Tabah Pingin.
Nilam gadis periang yang mengantar makanan untuk Singaran Pati adalah anak paman Singaran Pati, walaupun masih paman jauh, Karena ayah Nilam adalah adik sepupu ibu Singaran Pati. Mereka tumbuh bersama, bermain bersama sejak kecil, walaupun usia Nilam dua tahun di bawah umur Singaran Pati. Seiring dengan pergantian waktu, masa pun berubah, mereka tumbuh beranjak dewasa. Dulu kedekatan, keakraban mereka berdua dilandasi persaudaraan yang bersifat kanak-kanak. Setelah tumbuh remaja dan kemudian dewasa semua perasaan itu berubah menjadi rasa suka yang berbeda, rasa suka yang dilandasi cinta, rasa cinta yang ingin saling memiliki dan menjaga.
Landur Hitam nama Ayah Nilam, termasuk orang yang dihormati di kampung, Wakil Pasirah Lembak Beliti, sangat disegani. Istrinya yang merupakan ibu Nilam sudah meninggal saat Nilam masih berumur sepuluh tahun. Landur Hitam sangat menyayangi Nilam yang merupakan anak bungsu. Tiga orang kakak Nilam sudah meninggal semua karena wabah penyakit yang beberapa tahun sebelumnya menyerang daerah lembak beliti dan sekitarnya.
Landur Hitam semakin sering membicarakan perjodohan Nilam dengan anak Pasirah. Dan Landur Hitam berusaha menjauhkan Nilam dari Singaran Pati, Karena Landur Hitam yakin Singaran Pati dan Nilam memiliki rasa yang sama.
Keheranan Singaran Pati semakin bertambah ketika beberapa kali bertemu dengan Landur Hitam yang masih merupakan Pamannya, wajah Landur Hitam seakan-akan menampakkan rasa tidak senang. Sedangkan sebelumnya, hubungan Singaran Pati dan Landur Hitam baik-baik saja, bahkan termasuk dekat.
Nilam tak kuasa menolak perjodohan itu, karena Nilam sangat menyayangi ayahnya. Nilam tak mau ayahnya malu dan kecewa. Namun hati dan pikiran tak bisa membohongi diri Nilam. Pikiran dan hatinya selalu terpaut dengan Singaran Pati. Tak kuasa dan tak mudah melupakan Singaran Pati.
Sudah satu pekan Nilam terbaring sakit, badannya mulai terlihat kurus, wajahnya pucat. Saat tubuh Nilam panasnya mulai tinggi, tak jarang Nilam Menggigau, memangil-manggil nama Singaran Pati.
Landur Hitam terdiam. Di Pikirannya berkecamuk bermacam prasangka. Prasangka Buruk pada Singaran Pati. Landur Hitam menduga dan berpikiran, Singaran Pati sakit hati karena dipisahkan dengan Nilam. Apa lagi Singaran Pati sudah tahu, kalau Nilam akan dijodohkan dengan anak pasirah Muara Beliti.
Landur Hitam semakin yakin, Singaran Patilah yang telah mengirimkan sakit pada Nilam, Singaran Pati lah yang telah menurunkan tangan jahatnya pada Nilam. Karena Singaran Pati tak berada di kampungnya ketika Landur Hitam ingin menemui Singaran Pati. Landur Hitam sudah mencari ke sawah, ke ladang tempat Singaran Pati biasa menginap, namun Landur Hitam tak menemukan Singaran Pati.
Di sebuah lembah, di kaki Gunung Dempo. Singaran Pati berjalan menyusuri jalan setapak, kadang harus menyeberangi sungai kecil, mendaki bukit. Hanya berbekal buntalan kecil berisi dua lembar pakaian ganti dan makanan seadanya, yang diberikan gurunya. Untuk bekal pulang ke Tabah Pingin Muara Beliti.
Ada perasaan yang tidak enak yang membuat Singaran Pati ingin segera pulang. Seakan-akan ada yang memanggil-manggil namanya, menyuruhnya pulang. Sudah Lima purnama Singaran Pati berguru dengan Datuk Rimau Putih. Datuk Sakti yang tak sembarangan mengangkat murid. Dalam Lima purnama Singaran Pati sudah dapat menguasi ilmu pengobatan dan ilmu Pernafasan serta sedikit Ilmu Kanuragaan, sekedar untuk membela diri. Karena pada dasarnya, Singaran Pati berguru dengan Datuk Rimau Putih adalah untuk belajar pengobatan dan ilmu pernafasan. Agar bisa bertahan lama saat menyelam di bawah permukaan air. Karena Singaran Pati suka menyelam dan menangkap ikan dengan menombak.
Kabar kepulangan Singaran Pati sudah sampai di telinga Landur Hitam. Yang memang sudah lama mencari dan menunggu kemunculan Singaran Pati.
Landur Hitam yang sudah dikuasai nafsu amarah bercampur dengan rasa kehilangan anak yang sangat dicintainya tak dapat menerima penjelasan Singaran Pati. Dengan mengacungkan badik yang terhunus dia melompat menyerang dengan tusukan tepat mengarah ke jantung Singaran Pati.
Dengan sigap Singaran Pati memukul pergelangan tangan Landur Hitam hingga senjatanya terlepas dan siku Singaran Pati tepat mendarat di dada Landur Hitam hingga jatuh terjengkang. Senjata Landur Hitam yang terlepas diambil Singaran Pati.
Singaran Pati menghampiri pamannya, mencoba membantu berdiri. Namun sebuah tendangan keras menghantam punggungnya. Tendangan dari Jalak Pati yang tiba-tiba tak mampu dihindari Singaran Pati, hingga tubuh Singaran Pati terdorong keras ke depan menubruk tubuh Landur Hitam yang sedang dibantu berdiri. Singaran Pati dan Landur Hitam Jatuh bergulingan. Erangan keras terdengar dari mulut Landur Hitam, badik Landur Hitam yang berada di tangan Singaran Pati tepat menusuk dada Landur Hitam tanpa disadari Singaran Pati.
Kegaduhan dan keributan yang terjadi telah membuat warga kampung berkerumun di sektar tempat kejadian. Termasuk kedua orang tua Singaran Pati yang sudah tua renta. Tak mampu melakukan apa-apa. Hanya menangis menyaksikan kejadian itu.
Jalak Pati dan beberapa orang warga kampung mendekati Singaran Pati. Singaran Pati diam saja saat beberapa orang memegang kedua tangannya. Kemudian kedua tangannya diposisikan ke belakang dan diikat. Singaran Pati hanya menurut, tak melakukan perlawanan. Hantaman rasa shock dan penyesalan yang amat dalam membuat Singaran Pati terdiam, tak mampu berpikir atau pun berbuat apa-apa. Pandangannya tertuju ke arah tubuh Landur Hitam yang terbaring tak bergerak. Lalu pandangan ia alihkan ke arah rumahnya. Di mana ayah dan ibunya tampak memandangnya dengan pandangan sedih dan berurai air mata.
Pasirah Lembak Beliti bersama rombongan tokoh kampung membawa Singaran Pati ke Ibu Kota Kesultanan Palembang. Agar dihukum dengan aturan Kesultanan Palembang. Singaran Pati hanya diam, tak mengeluarkan sepatah katapun dalam perjalanan.
Pikiran dan hatinya diselimuti kabut kesedihan. Kehilangan Nilam gadis yang ia sayangi, yang selalu menghiasi mimpi-mimpinya, yang selalu lekat dalam doanya, agar Nilam bahagia bersama suaminya. Karena Singaran Pati sudah merasa ikhlas bila Nilam harus menikah dengan orang lain. Karena Singaran Pati yakin, pilihan pamannya tak mungkin salah. Namun tak pernah ia menyangka, Nilam jatuh sakit dan meninggal dan Singaran Pati tak pernah tahu, dalam sakitnya Nilam selalu menyebut-nyebut namanya. Dan hal itu membuat Landur Hitam berprasangka buruk, dan menjatuhkan tuduhan salah padanya. Hingga terjadi malapetaka hitam yang membuat Singaran Pati terikat tangan ke belakang.
Sesampai di ibu kota Kesultanan Palembang, Singaran Pati dibawa menghadap ke seorang Hulubalang, Pasirah beserta Jalak Pati menjelaskan kejadian di Lembak Beliti, tentang tragedi yang menewaskan Landur Hitam, tentang tuduhan Landur Hitam kepada Singaran Pati. Setelah mendengar semua penjelasan itu hulubalang membawa Singaran Pati ke hadapan Sultan Palembang.
Sultan duduk di kursinya didampingi punggawa dan penasehat kesultanan. Sultan mentap tajam ke arah Singaran Pati yang yang duduk bersimpuh di depannya. Sultan sudah mendengar penjelasan dari Jalak Pati dan Pasirah Lembak Beliti tentang kejadian yang menewaskan Landur Hitam, tentang perjodohan Jalak Pati dengan Nilam. Tentang sakitnya Nilam yang diduga telah diteluh Singaran Pati saat berguru ke Gunung Dempo.
“Aku akan mengirim utusan ke Lembak Beliti, seorang Tabib dan beberapa punggawa, mencari tahu kebenaran, ”kata Sultan kepada Singaran Pati. “Hulubalang, bawa Singaran Pati ke ruang tahanannya, lepaskan belenggu dan tali pengikatnya, ”Perintah Sultan kepada Hulubalang yang berdiri di belakang Singaran Pati. Singaran Pati memberi hormat dan melangkah ke belakang, lalu berdiri berjalan di samping hulubalang meninggalkan ruangan pertemuan.
Tabib utusan Sultan dan beberapa punggawa sudah kembali ke Istana kesultanan, membawa berita dan informasi, di Lembak Beliti dan sekitarnya banyak warga yang terjangkit sakit yang sama gejalanya dengan sakit yang diderita Nilam. Panas Tinggi, badan menggigil seperti kedinginan dan sudah banyak juga yang meninggal. Dan Sultan menyimpulkan, sakitnya Nilam bukan karena tangan Jahat Singaran Pati, namun kelalaian Singaran Pati yang mengakibatkan tewasnya Landur Hitam tetap membuat Singaran Pati menerima hukuman. Hukuman juga dijatuhkan kepada Jalak Pati yang ikut terlibat dalam peristiwa kelam di Taba Pingin. Jalak Pati dihukum bekerja selama setahun dalam proyek pembangunan Istana Sultan yang baru. Jalak Pati dengan berat hati menerima hukuman. Sedangkan Singaran Pati dihukum seumur hidup bekerja pada Sultan. Menjadi penjaga Indah Larangan.
Singaran Pati harus menjalankan tugasnya sebagai Aswanda, sebagai penjaga Indah Larangan. Membersihkan rumput atau semak-semak yang tumbuh disekitar Indah Larangan, mengganti Pagar yang rusak, membersihkan Lubuk pemandian dari dedaunan atau pun kotoran lain dan yang pasti menjaga keamanan dan kenyamannya.
Apapun yang terjadi harus dijalani dan disyukuri. Singaran Pati yakin sekali, bila dia kembali ke Lembak Beliti pasti akan terjadi sesuatu, karena bisa jadi keluarga pamannya masih ada yang sakit hati padanya, bisa jadi mereka akan menuntut balas atas tewasnya Landur Hitam. Menjadi Aswanda dan tinggal di Indah Larangan adalah pilihan terbaik bagi Singaran Pati.
TRAGEDI DI INDAH LARANGAN
Hampir setiap pekan Putri Sinaran Bulan bermain di Indah Larangan, hingga Singaran Pati sudah hafal kapan kedatangan Putri, kadang Putri Sinaran Bulan datang bersama Ibunya diiringi beberapa dayang dan beberapa pengawal, kadang hanya datang bersama tiga dayang setianya.
Di lubuk Indah Larangan putri Sinaran Bulan dan kedua dayangnya asik bermain air, terjun dari rakit, berenang dan kejar-kejaran. Emak, Sang Dayang setengah baya hanya mengawasi dari pendopo.
Di pendopo belakang, di pinggir Lubuk Singaran Pati melihat dua orang dayang menjerit dan berteriak saling berpelukan sedangkan Emak, sang dayang setengah baya berteriak memanggil-manggil putri sambil menunjukkan ke arah Lubuk.
Singaran Pati, kusir pedati dan prajurit kebingungan, mereka berlari mengelilingi kawasan Lubuk Indah Larangan, namun tak ada tanda-tanda kemunculan Putri Sinaran Bulan, Lubuk nampak tenang, seakan tak pernah terjadi apa-apa.
Sultan sangat murka, sedih yang teramat sangat begitu mendapat laporan tentang kejadian di Indah Larangan. Permaisuri, Ibunda Putri Sinaran Bulan berkali-kali pingsan, siuman, menangis dan pingsan lagi. Kesultanan Palembang gempar dan berduka. Punggawa, hulubalang dan petinggi petinggi kesultanan berkumpul, bermusyawah dan memberi dukungan kepada Sultan yang sedang berduka.
Hasil musyawarah petinggi-petinggi kesultanan bersama sultan Palembang telah diputuskan. Semua tangan dan telunjuk mengarah ke arah Aswanda, penjaga Indah Larangan. Sultan dan para petinggi kesultanan menganggap Aswanda harus bertanggungjawab, karena telah lalai menjalankan tugasnya, lalai menjaga keamanan Indah Larangan.
Singaran Pati sebagai Aswanda dibebankan tugas untuk mencari buaya besar yang telah menerkam Putri Sinaran Bulan, Aswanda harus membunuh buaya itu. Kalau menolak ataupun tidak berhasil, maka Aswanda akan diberi ganjalan setimpal, yaitu dihukum mati dengan dijadikan umpan untuk buaya. Singaran Pati yang dihadirkan dalam musyawah itu dengan penuh rasa tanggungjawab menyanggupi perintah ataupun hukuman dari Sultan.
Singaran Patipun keluar dari pendopo tempat bersidang, keluar bersama beberapa punggawa dan hulubalang Sultan, menuju tempat penyimpanan senjata pusaka, yang berada di belakang Istana kesultanan. Sampai di dalam tempat penyimpanan senjata pusaka, Singaran Pati kebingungan untuk memilih senjata. Karena di tempat itu banyak sekali senjata, ada tombak dengan berbagai ukuran dan hulu, ada yang berhulu besi, perak ataupun berhulu nibung atau bambu berwarna kuning. Ada pedang dan golok dengan berbagai ukuran dan bentuk. Ada Gada dan toya, badik, sewar dan keris.
“Hamba bingung mau memilih senjata yang mana tuan.” Pilih saja sesukamu, pilihlah yang kamu anggap sakti dan bertuah,”ujar seorang hulubalang. “Lalu bagaimana hamba mengetahui senjata mana yang paling sakti?” tanya Singaran Pati. Seorang punggawa senior, yang sudah berumur cukup tua memanggil beberapa orang prajurit penjaga, lalu memerintahkan prajurit-prajurit itu mengeluarkan senjata pusaka, lalu di letakkan di halaman gudang yang cukup luas. Senjata-senjata itu diletakkan di halaman secara merata agar tak saling berhimpit.
Lalu punggawa senior memerintahkan prajurit mengambil beras di gudang persediaan. Setelah itu beras di taburkan di atas senjata-senjata secara merata. Beberapa orang prajurit datang membawa belasan ayam, dan ayam-ayam itu dilepaskan di halaman gudang senjata. Ayam-ayam itupun mematuk dan memakan beras yang berserakan di halaman, beras-beras yang menutupi senjata-senjata pusaka. Singaran Pati dan beberapa orang yang hadir di halaman depan gudang penyimpanan senjata pusaka hanya menunggu dan menyaksikan ayam-ayam yang sedang sibuk makan beras dengan lahapnya.
Namun ada satu tumpukan beras yang tak terusik, bahkan ayam-ayam itupun tak berani mendekat, semua beras yang berserakan dan menutupi senjata-senjata pusaka sudah tampak habis, tinggal tumpukan beras yang ada di tengah halaman, hanya tumpukan beras itu yang tak terusik, beberapa ekor yang mendekati tumpukan beras itu tampak berlari ketakukan, mengerak-gerakkan jenggernya dan menaikkan bulu-bulu ditubuhnya. Berkotek dan mengeluarkan suara mengisyaratkan rasa takut. Seperti sedang melihat binatang buas atau makhluk halus. Punggawa senior tampak tersenyum, lalu menatap Singaran Pati sambil memberi isyarat kepada Singaran Pati untuk melihat senjata apa yang ada dibawah tumpukan beras itu.
Singaran Pati melangkah ke halaman, menyingkirkan beras yang tak tersentuh ayam-ayam tadi. Dibawah beras itu tampak senjata berbentuk keris berlekuk enam yang sudah berkarat. Singaran Pati mengambil keris itu dan membawanya kehadapan Punggawa senior. Punggawa senior menerima keris yang diberikan Singaran Pati, menatap lekuk-lekuk keris yang sudah berkarat itu. “Hai Aswanda, gunakan keris ini, pasti keris ini bertuah dan sakti, kamu lihat sendiri ayam-ayam itu tak berani mendekat, dan beras-beras utuh menutup keris ini.”ujar Punggawa senior. Singaran Pati mengangguk dan menerima kembali keris sakti itu dari tangan punggawa senior. Singaran Pati melihat keris itu seperti memancarkan tuah.
Seorang Prajurit membawa seekor ayam jantan besar, lalu memberikan kepada Singaran Pati. Ayam jantan besar itu dipegang Singaran Pati, kemudian keris yang ada ditangannya ia goreskan sedikit ke kaki ayam jantan besar itu. Hanya digoreskan sedikit, sekejap saja ayam itu mati dengan tubuh mengering. Semua yang hadir berdecak kagum. Singaran Pati lega dan semakin percaya diri, karena sudah memiliki senjata sakti untuk menjalankan tugas membunuh buaya besar. Menurut informasi dari penasehat Kesultanan, Keris itu ada keris peninggalan kerajaan Sriwijaya, milik seorang pendekar Sakti dari Lembak Beliti. Keris itu juga pernah digunakan untuk membunuh buaya Besar yang biasa di sebut oleh warga sekitar dengan sebutan Sang Pragu. Sang Pragu itulah yang telah menerkam dua saudara kembar yang membangun Indah larangan, Suwanda dan Aswanda. Keris itu adalah Keris Sakti Gagak Hitam.
Dengan berbekal keris Sakti Gagak Hitam, Singaran Pati memulai tugasnya memburu Buaya Raksasa yang menerkan Putri Sinaran Bulan.
Di tengah lubuk tampak seekor buaya besar mulai menampakkan wujudnya, kepalanya muncul ke permukaan air, kepalanya lebih besar dari tubuh seekor kerbau betina yang sedang bunting. Tampaknya buaya itu tertarik dengan suara sapi yang diikat oleh Singaran Pati tak jauh dari lubuk. Sapi itu berjalan berputar-putar disekitar tiang pancangnya, talinya sengaja dibuat agak panjang, sehingga saat berputar-putar, kaki sapi itu agak masuk ke pinggir lubuk yang airnya agak dangkal, dan itu membuat buaya besar itu muncul. Buaya itu belum mengetahui kalau tak jauh dari lubuk Singaran Pati sedang mengintai. Singaran Pati berlahan-lahan masuk ke dalam lubuk.
Tubuh Singaran Pati dengan cepat meluncur keatas dan dengan kekuatan penuh dia tusukkan keris Sakti Gagak Hitam ke leher bagian bawah buaya raksasa itu. Buaya raksasa itu terkejut dan merasa sangat kesakitan, langsung menggelepar-gelepar di atas permukaan air, menciptakan riak gelombang tinggi dan suara gemuruh. Singaran pati setelah menancapkan keris ke leher buaya raksasa itu langsung menyelam kembali ke dasar, karena dia yakin kalau dia berenang ke permukaan sudah pasti bisa terkena hempasan ekor buaya yang sedang menggelepar-gelepar itu. Dari dasar lubuk dia melihat berlahan-lahan buaya itu tak bergerak lagi, dengan tubuh mengering, mengapung di permukaan lubuk, Singaran Pati ke atas permukaan air dan mencabut keris Sakti gagak Hitam lalu berenang ke Pinggir.
Di pinggir Lubuk Indah Larangan, Singaran Pati duduk di atas batu, termenung, mimikirkan nasib dan hidupnya. Dia merasa harus mengambil keputusan dan langkah yang tepat, Singaran Pati tak mau hidupnya menjadi budak seumur hidup, menjadi penjaga Indah Larangan.
Keberhasilan Singaran Pati membunuh buaya raksasa sudah sampai ke istana Kesultanan Palembang. Sultan cukup terkejut namun juga ada rasa senang, Binatang yang telah menerkam Putri Sinaran Bulan sudah berhasil ditemukan dan dibinasakan. Berbondong-bondonglah keluarga Istana Kesultanan Palembang, Punggawa, hulubalang dan Prajurit menuju ke Lubuk Indah Larangan. Untuk melihat wujud buaya yang telah menerkam Putri Sinaran Bulan.
Dengan pelan dan hati-hati, tabib istana dan dua orang punggawa mengangkat tubuh Putri Sinaran Bulan. Lalu tubuh putri Sinaran Bulan diletakkan di tandu yang telah disediakan.
Singaran Pati diam-diam menyelinap keluar dari keramaian, saat orang-orang sibuk dengan urusan buaya besar, Keluarga Istana juga sedang sibuk dengan pengurusan Jenazah Putri Sinaran Bulan, mempersiapkan pemakaman dan acara berkabungnya. Singaran Pati kembali ke pondoknya yang masih berada di kawasan Indah Larangan, memasukkan pakaian dan perbekalan ke sebuah buntalan. Kemudian keluar melalui pintu belakang, mengendap-endap menuju kawasan pinggir lubuk, lalu mengambil keris yang dia sembunyikan di dinding lubuk di antara bebatuan. Setelah melihat keadaan sekitar, dan dirasa aman, Singaran Pati langsung menyelinap keluar pagar, keluar dan berjalan menjauh dari kawasan Indah Larangan.
Singaran Pati belum menentukan tujuan kemana akan pergi, namun yang pasti dia harus keluar dari kawasan kesultanan Palembang, kalau tetap berada di kawasan kesultanan Palembang, dia yakin pasti akan di temukan oleh orang-orang Istana, mungkin hukumannya akan lebih berat, tidak sekedar menjadi penunggu Indah larangan. Mungkin saja dia di hukum mati atau diikutkan dalam kerja paksa membangun Istana baru ataupun bendungan.
Hari baru beranjak pagi ketika Singaran Pati sampai di sebuah bukit kecil, di bawah bukit itu tampak sebuah jalan yang cukup luas, kemungkinan besar adalah jalan utama, melempar pandangan agak jauh tampak sebuah perkampungan dengan berjejer rumah panggung, namun bentuk rumah panggung itu agak berbeda dengan rumah panggung yang ada di Kesultanan Palembang ataupun di Lembak Beliti.
Saat Singaran Pati beristirahat di bawah sebuah pohon rindang di bukit kecil, terdengar ringkikan dan derap kaki kuda yang sedang berlari kencang. Singaran Pati terkejut dan melihat ke sumber suara di bawah bukit. Tampak dari kejauhan seekor kuda berlari kencang, seorang penunggang di punggung kuda itu tampak panik, berusaha mengendalikan kudanya. Tak jauh dari tempat Singaran Pati duduk Istirahat tiba-tiba kuda itu meringkik keras dan mengangkat dua kaki depannya, hingga membuat penunggangnya terkejut dan terlempar dari punggung kuda. Kuda itu berlari kencang entah kemana saat orang yang menungganginya terjatuh. Terdengar erang kesakitan dari mulut orang yang baru saja dijatuhkan kudanya. Singaran Pati segera berjalan menuruni bukit dan berlari kecil mendekati orang yang tampak cedera karena telah terjatuh dari kuda.
Orang yang ditolong Singaran Pati tampak memperhatikan Singaran Pati, wajah Singaran Pati tampak asing dan tak dikenalnya. Singaran Pati menceritakan kisahnya, kejadian di Taba Pingin Lembak Beliti, tentang hukumannya yang dijatuhkan Sultan, hingga kejadian di Indah Larangan. Marja mengangguk-angguk paham. “Baiklah anak muda, aku yakin kamu orang baik, mulai sekarang tinggalah bersamaku.”
Marja, salah satu Hulubalang kerajaan Sungai lemau merasa sangat terbantu dan senang dengan kehadiran Singaran Pati di rumahnya. Singaran Pati banyak membantu tugas-tugas Marja sebagai hulubalang, sifat Singaran Pati yang rajin dan banyak pengalaman membuat Marja mempunyai rencana membawa Singaran Pati ke hadapan Raja Sungai Lemau. Pada suatu hari yang dianggap tepat, pergilah Marja dengan mengajak Singaran Pati ke pusat Kerajaan Sungai Lemau. Marja menghadap Raja Sungai Lemau bersama Singaran Pati.
Singaran Pati memberi hormat, lalu menceritakan tentang siapa dirinya, kisah dan pengalaman yang ia alami. Sama seperti yang Singaran Pati ceritakan di hadapan Marja tempo lalu.
“Wahai anak muda, Tinggalah di Istana kerajaan ini, Mungkin Yang Maha Pencipta telah mentakdirkan dirimu hingga sampai di sini, ”titah baginda Sebayam. Singaran Pati mengangguk hormat. “Terima Kasih yang Mulya. Sebagai rasa terima kasih hamba, hamba persembahkan keris sakti Gagak Hitam untuk Baginda,” kata Singaran Pati sambil menyerahkan sebilah keris berlekuk Enam. “Keris inilah yang hamba pergunakan untuk membunuh Buaya raksasa yang memangsa Putri Sinaran Bulan di Indah Larangan,” sambung Singaran Pati. Baginda Sebayam berdecak kagum dan menerima keris itu dengan rasa senang, kemudian menyelipkan ke pinggangnya.
MENGANGKAT SUMPAH DAN BERDIRINYA KERAJAAN SUNGAI HITAM
Baginda Sebayam raja Sungai Lemau sangat kagum dengan Singaran Pati. Banyak perkara-perkara yang sulit dapat dituntaskan dengan baik. Perkara-perkara yang sukar bagi orang lain bisa menjadi perkara yang mudah bila diserahkan kepada Singaran Pati.
Tingkah lakunya yang baik, taat pada perintah dan titah raja, sopan santun dan tidak mimilih maupun memilah dalam bergaul, tegak sama rendah, berdiri sama tinggi berjalan seiringan.
Pada suatu saat, wilayah Kerajaan Sungai Lemau sedang di landa serangan kera buas, yang merusak ladang dan tanaman, memporok-porandakan lada, kopi dan tanaman perkebunan. Pembesar kerajaan Sungai Lemau di buat kualahan dan hampir tak berdaya, selain merusak kebun dan ladang, tak jarang kera-kera itu menyerang manusia, sudah banyak yang jadi korban, luka-luka bahkan sudah dua orang yang meninggal.
Namun akhirnya, Singaran Pati berhasil menghalau kawanan kera itu setelah Singaran Pati dengan bekal keris sakti gagak hitam dapat membunuh pimpinan gerombolan kera. Seekor Kera besar berbulu putih keabu-abuan. Yang sudah diintai dan diawasi gerak- geriknya oleh Singaran Pati.
Raja Sebayam makin hari makin sayang kepada Singaran Pati. Hingga Raja sebayam mengambil keputusan untuk menjadikan Singaran Pati sebagai anak angkat. Disaksikan keluarga besar istana, Hulubalang, para pasirah. Kepala Marga bersumpahlah raja Sungai Lemau dan Singaran Pati di atas kesaksian dan bersumpah dengan Al-Qur’an.
Singaran Pati dan Raja Sungai Lemau, Raja sebayam bersumpah setia, dengan sebenar-benarnya sumpah, dengan seberat-beratnya sumpah. Tak akan saling menghianati sampai kapanpun, Singaran Pati memiliki kedudukan yang sama dengan putra-putri Raja Sungai Lemau. Sumpah akan diturunkan kepada anak-anak Singaran Pati dan keturunan Raja Sungai Lemau. Bila ada yang melanggar sumpah, maka akan termakan sumpah, terkena bencana dan celaka, sumpah diucapkan atas nama Allah SWT.
Dengan diangkatnya Singaran Pati menjadi anak, maka oleh Raja Sungai Lemau Singaran Pati di berikan sebuah wilayah kekuasaan sendiri. Sebuah wilayah yang masih terbilang nyaris kosong dan belum terlalu banyak penghuninya. Yaitu wilayah antara sungai Bengkulu hingga sungai Hitam ke hulunya sampai ke Renah Kepahiang dan pesisir laut antara Sungai Bengkulu dan Sungai Hitam.
Kabar telah diangkatnya Singaran Pati menjadi anak oleh Raja Sungai Lemau telah sampai hingga ke Lembak Beliti. Keluarga dan kerabat Singaran Pati pun sudah banyak yang tahu kabarnya, maka berbondong-bondonglah kerabat Singaran Pati yang ada di Taba Pingin Lembak Beliti pindah ke wilayah Bengkulu, wilayah Sungai Hitam.
Kian hari kian lama, maka ramailah yang menghuni kawasan Sungai Hitam hingga kehulunya, Wilayah yang dibawah kekuasaan Singaran Pati makin banyak penduduknya, Maka diangkatlah Singaran Pati oleh Raja Sungai Lemau, Baginda Sebayam menjadi penguasa Sungai Hitam, Raja Sungai Hitam. Maka berdirilah Kerajaan Sungai Hitam, namun masih terikat dengan Kerajaan Sungai Lemau karena ikatan sumpah sebagai keluarga.
Takdir dan kehendak Ilahi tak dapat dielakkan, Baginda Sebayam Raja Sungai Lemau wafat. Kerajaan Sungai Lemau berkabung. Singaran Pati pun merasa sangat kehilangan. Jasa dan kebaikan Baginda Sebayam tak pernah ia lupakan. Setelah Baginda Sebayam wafat, naiklah Baginda Semanap, Putra Baginda Sebayam yang bergelar Paduka Baginda Muda. Paduka Baginda muda tetap memegang teguh sumpah yang pernah diucapkan Baginda Sebayam, Singaran Pati tetap dianggap sebagai anak Baginda Sebayam, maka Singaran Pati adalah Saudara Paduka Baginda Muda. Hubungan tetap berjalan baik. Saling membantu bila ada musibah atau wabah, saling bahu membahu bila ada musuh yang mengancam dua kerajaan.
Sumber Cerita
1. Naskah Melayu HM. Ilyas
2. Sejarah Bengkulu Prof. Dr. Abdullah Sidik
3. Sejarah Bengkulu MZ. Rani
4. Datuk Iskandar Bentiring
Selengkapnya :
- http://fiksiana.kompasiana.com/haidaransori/cerita-rakyat-bengkulu-singaran-pati-raja-sungai-hitam_5790808a577b614c0748e232
- http://rejang-lebong.blogspot.co.id/2008/12/sejarah-masyarakat-adat-lembak-bengkulu.html
- http://tambo-bengkulu.blogspot.co.id/p/kerajaan-sungai-itam.html
No comments:
Post a Comment