Pages

Friday 18 November 2016

Sejarah Berdirinya Provinsi Bengkulu 18 November 1968


Hari ini tanggal 18 November 2016 bertepatan dengan ulang tahun Provinsi Bengkulu yang ke-48. Oleh karena itu mari kita mengulas kembali sejarah berdirinya Provinsi Bengkulu.

PERANG para pejuang melawan kolonial Belanda membuat kondisi Bengkulu semerawut. Pasalnya, prajurit kala itu menggunakan strategi ‘bumi hangus’. Dimana, seluruh jembatan dan jalan-jalan utama dirusak. Beberapa perkantoran juga tak luput dibakar oleh para pejuang. Tujuannya satu, membuat tentara Belanda tak bisa bergerak.  Sementara tentara Indonesia yang sudah fasih dengan lokasi melakukan gerilya, bersembunyi di hutan-hutan dengan senjata.

Strategi perang mempertahankan kemerdekaan yang terjadi sekira tahun 1950 ke bawah tersebut terbukti mumpuni. Tentara Belanda takluk hingga akhirnya harus menyingkir dari Bengkulu. Tapi, sisa perang itu menyisakan pekerjaan rumah yang sangat berat untuk Bengkulu.

Bagaimana tidak berat, seluruh kantor sudah terbakar, seluruh jembatan yang ada di Bengkulu putus, intinya akses transportasi mati total. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu vetaran sekaligus tokoh pemekaran Provinsi Bengkulu, H Syarif Syafri BA, saat ditemui di kediamannya, Selasa (17/11/15).

Dia mengatakan jembatan yang pertama kali diputus adalah jembatan yang ada di Pasar Bengkulu. Dilanjutkan oleh pemutusan jembatan yang ada di seluruh daerah: Mukomuko, Bengkulu Selatan, Jembatan Sungai Musi, Kaur dan semuanya.  “Rumah gubernur dan seluruh kantor-kantor vital juga dibakar. Termasuk Benteng, hampir mau kami bakar, tapi tidak sanggup,” ia bercerita.

Porak porandanya sarana dan prasarana Bengkulu ini jelas menjadi penghambat terbesar majunya Bengkulu. Untuk pembangunan ulang Bengkulu seperti masa penjajahan pun tak semudah membalikkan telapak tangan. Tak hanya itu, pusat pemerintahan Bengkulu juga terbilang jauh; ada di Palembang, Sumatera Selatan. Dana pembangunan yang dikucurkan dari pemerintah kala itupun seret dan sering mampet.

“Untuk bangun kembali itu sulit, sementara Palembang tidak bisa diharapkan,” ujarnya.

Hal inilah, kata Syafri, yang menjadi alasan utama kenapa para pemuda saat itu bependapat Bengkulu harus menjadi provinsi sendiri. Tak hanya itu sebenarnya, pada tahun 1964, Pemerintah Pusat sempat mengumumkan akan menghapus keresidenan. Nah, Bengkulu ini termasuk keresidenan yang akan dihapus. Kebijakan tersebut membuat para pejuang pemekaran khawatir Bengkulu akan tercerai berai.

“Kita waktu itu punya empat kabupaten: Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Rejang Lebong, dan Kota Bengkulu. Kalau keresidenan ini dihapus, maka empat kabupaten ini akan tercerai berai. Ini juga jadi pertimbangan kenapa kita memperjuangkan agar empat kabupaten ini bisa jadi satu provinsi,” paparnya.

Singkat cerita, terbentuklah panitia perjuangan Provinsi Bengkulu yang terdiri dari perwakilan dari para tokoh yang ada di empat kabupaten. Upaya untuk membentuk Bengkulu sebagai provinsi ini tidak mudah. Banyak suka-duka yang harus dihadapi oleh para panitia tersebut. Sebut saja, ide tersebut sempat ditolak oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan polisi.  Konon, jelas Syafri, pemerintahan yang ada di Palembang tidak setuju dengan ide tersebut. Hingga akhirnya pemerintah meminta agar polisi mengintai dan mengawasi gerak-gerik panitia.

“Kalau PKI, alasannya belum saatnya Bengkulu jadi provinsi,” imbuhnya.

Bahkan, cerita Syarif, panitia yang berjuang tanpa pamrih tersebut sempat diinterogasi polisi hingga menangis. “Misalnya Raden Abdullah yang jadi ketua panitia saat melaksanakan rapat pembentukan provinsi.”

Merasa kesulitan, para pejuang akhirnya meminta bantuan ke DPRD. “Para anggota DPRD perwakilan Bengkulu di Sumsel ikut menyuarakan ini dan akhirnya ide Bengkulu jadi provinsi diterima dan disetujui,” tambahnya.

Kendati demikian, Syafri mengisahkan, perjuangan belum selesai. Panitia masih harus melakukan lobi-lobi ke pusat agar pemerintah pusat setuju. Minimnya akses transportasi lagi-lagi jadi kendala yang harus dihalau. Bayangkan, untuk menuju Jakarta, panitia harus ke Lubuk Linggau dulu, kemudian naik kereta ke Lampung, baru menyeberang ke Batavia.
Tak sampai disitu, kantong kempes para panitia juga menjadi kendala lain yang harus diatasi. Beruntung, banyak putra Bengkulu yang sukses menjadi pengusaha di Jakarta dan luar negeri mau membantu dari sisi pendanaan. Masalah dana kelar.

Selain itu, istri Soekarno yang adalah putri asli Bengkulu juga ikut berperan. Dikatakan oleh kakek kelahiran 1932 ini, panitia sempat meminta Fatmawati untuk melobi Presiden Soekarno agar perjuangan pembentukan Provinsi Bengkulu dimuluskan. Sang penjahit bendera pusaka itupun setuju. Ia pula ikut untuk memfasilitasi para pemuda Bengkulu bertemu pada Bung Karno. Fatmawati pun tak jarang menyediakan penginapan untuk panitia.

“Ada jasa Fatmawati juga dalam pembentukan provinsi ini. Pada waktu itu, daerah yang mau mekar juga adalah Sibolga tapi lihat sampai sekarang tidak jadi-jadi provinsi. Padahal kalau dilihat di peta, wilayahnya lebih luas dari Bengkulu,” jelas suami dari Zaudah Zikri ini.

Alhasil, terbitlah UU No. 9 Tahun 1967 yang disahkan per 12 September 1967. Bengkulu resmi jadi provinsi pada tanggal 18 November 1968. Banyak pula nama yang muncul untuk memimpin Bengkulu saat itu. Akhirnya panitia mengajukan nama Ali Amin yang tak lain adalah Wagub Sumsel sebagai gubernur pertama.

“Alasannya, karena dia lebih berpengalaman dalam pemerintahan,” jelasnya.

Pada masa-masa awal kepemimpinannya, Ali Amin memprioritaskan untuk pembukaan jalur-jalur yang terisolasi. Beberapa penghubung baik jalan dan jembatan juga mulai dibangun agar akses lebih mudah. Intinya pada tahun 1968-1973 itu, Bengkulu mulai membangun. Setelah itu kepemimpinan dilanjutkan oleh Abdul Chalik (1973-1978).

Nah, gubernur yang ketiga Soeprapto menjadi gubernur yang paling berkesan dalam ingatan Syafri. Sebab, di masa pemerintahan Soeprapto lah Bengkulu mulai melakukan pembangunan secara massif. Baik itu pembangunan jalur darat, pelabuhan, gedung-gedung pemerintahan, dan Bandara.

“Soeprapto ini keturunan Jawa Timur dan dekat dengan Pemerintah Pusat, jadi pembangunan bisa lebih cepat,” kenang Syafri.

Sayang, setelah Soeprapto, pembangunan di Bengkulu kembali lamban. Karena itu, Syafri berharap agar pemerintah yang ada saat ini bisa menggencarkan pembangunan infrastruktur. Sehingga, perekonomian Bengkulu bisa melaju lebih kencang. Terlebih lagi, usia Bengkulu sudah 47 tahun, sebuah usia yang matang untuk menentukan arah pembangunan.

“Saya pribadi minta eksekutif dan legislatif ini lebih serius lagi membangun Bengkulu. Jadi pejabat itu bukan untuk cari uang tapi untuk mengabdi! Ini yang harus diingat,” pungkasnya. (**)

(Tulisan Wartawan Bengkulu Ekspress, Tedi Cahyono)


No comments:

Post a Comment