Pages

Sunday 9 April 2017

Haram Menciptakan Gambar dan Patung



إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ

“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah tukang penggambar.” (HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109).


إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ

“Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.” (HR. Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 5535).

Dari Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata, “Aku dahulu pernah berada di sisi Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-. Ketika itu ada seseorang yang mendatangi beliau lantas ia berkata, “Wahai Abu ‘Abbas, aku adalah manusia. Penghasilanku berasal dari hasil karya tanganku. Aku biasa membuat gambar seperti ini.” Ibnu ‘Abbas kemudian berkata, “Tidaklah yang kusampaikan berikut ini selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan ruh tersebut selamanya.” Wajah si pelukis tadi ternyata berubah menjadi kuning. Kata Ibnu ‘Abbas, “Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh.” (HR. Bukhari no. 2225).

Hadits ini menunjukkan bahwa gambar yang masih dibolehkan untuk dilukis adalah gambar yang tidak memiliki ruh yaitu selain hewan dan manusia. Hadits Sa’id di atas juga menunjukkan terlarangnya pekerjaan pelukis yang hasil karyanya dengan melukis makhluk yang memiliki ruh. Namun jika yang digambar adalah pepohonan, laut, gunung dan selain gambar yang memiliki ruh, tidaklah masalah. 

Mengenai masalah foto dari jepretan kamera, para ulama ada khilaf (silang pendapat). Ada yang melarang dan menyatakan haram karena beralasan:

Hadits yang membicarakan hukum gambar itu umum, baik dengan melukis dengan tangan atau dengan alat seperti kamera. Lalu ulama yang melarang membantah ulama yang membolehkan foto kamera dengan menyatakan bahwa alasan yang dikemukakan hanyalah logika dan tidak bisa membantah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga mengharamkan dengan alasan bahwa foto hasil kamera masih tetap disebut shuroh (gambar) walaupun dihasilkan dari alat, tetapi tetap sama-sama disebut demikian.

Sedangkan ulama lain membolehkan hal ini dengan alasan dalil-dalil di atas yang telah disebutkan. Sisi pendalilan mereka:

Foto dari kamera bukanlah menghasilkan gambar baru yang menyerupai ciptaan Allah. Gambar yang terlarang adalah jika mengkreasi gambar baru. Namun gambar kamera adalah gambar ciptaan Allah itu sendiri. Sehingga hal ini tidak termasuk dalam gambar yang nanti diperintahkan untuk ditiupkan ruhnya. Foto yang dihasilkan dari kamera ibarat hasil cermin. Para ulama bersepakat akan bolehnya gambar yang ada di cermin.

Gambar lukisan adalah gambar baru (ber-Ruh)

Semua ulama bersepakat untuk membolehkan gambar/foto yang benar-benar diperlukan, seperti foto untuk jati diri (ktp, sim) ataupun yang lainnya yang menjadikan foto sebagai syarat pada sesuatu tersebut. Wallahu a’lam.

Jika gambar/lukisan itu tidak dipajang/digantung, maka tidak mengapa, karena Malaikat Jibril memerintahkan untuk menjadikan kain pintu yang bergambar itu sebagai bantal, dan bantal tidak dipajang/digantung. patung-patung dan gambar-gambar yang haram itu dapat berubah hukumnya apabila bentuknya dirusak atau direndahkan (kedudukannya) seperti gambar-gambar yang ada di lantai yang diinjak dengan kaki dan sandal. Gambar pada lantai dan bantal yang biasa diinjak berarti menghinakannya.”

Nabi juga melarang untuk menggantungkan gambar/lukisan itu di dinding serta memajang patung-patung, karena semua itu merupakan wasilah/jalan yang dapat menyebabkan kepada kesyirikan. Karena awal terjadi kesyirikan di muka bumi ini adalah akibat gambar/lukisan dan patung.

Dulu terdapat beberapa orang laki-laki yang sholeh dari kaum Nuh alaihis salam. Tatkala mereka meninggal, maka kaum mereka dirundung kesedihan yang mendalam. Syetan pun datang dan menyuruh mereka untuk membuat patung-patung yang menyerupai mereka dan diberi nama sesuai dengan nama-nama mereka (yang telah meninggal) kemudian di letakkan di majelis tempat mereka biasa berkumpul, mereka pun melakukannya, akan tetapi mereka tidak menyembah patung itu (hanya untuk mengingat mereka). tatkala generasi yang membuat patung-patung itu telah meninggal, maka muncullah generasi yang baru (yang tidak tahu sejarah pantung itu) dan mereka pun menyembah patung-patung itu. Ketika Allah SWT mengutus Nabi Nuh alaihis salam untuk mencegah kesyirikan yang terjadi akibat patung-patung itu, kaumnya menolak dakwah beliau dan mereka tetap terus menyembah patung-patung itu yang telah berubah menjadi berhala.


Menggambar/melukis sesuatu yang bernyawa dan menggantungkannya di dinding adalah haram, baik gambar itu memiliki badan atau tidak, baik itu gambar para raja, ulama, orang soleh atau selain mereka. Dengan dalil keumuman hadits Nabi dalam masalah ini (hadits diatas). Dan juga perintah Nabi Saw kepada Ali R.a :” Jangan biarkan satu gambar pun melainkan kamu hilangkan, dan jangan biarkan satu kuburan pun yang diagungkan melainkan engkau ratakan.” (H.R Muslim)

Sumber :
https://rumaysho.com/2140-hukum-mengambil-foto-dengan-kamera.html
http://ibilizy.blogspot.co.id/2010/01/hukum-mengantungkan-dan-memajang-foto.html


No comments:

Post a Comment