Pages

Wednesday, 4 January 2017

Kerajaan Pat Petulai Bengkulu

Kerajaan Pat Petulai Bengkulu

Pat Petulai berasal dari kata Pat Petu Loi yang artinya Empat Pintu Besar. Tanah rejang dulunya bernama Renah Sekalawi dan telah diduduki oleh Bangsa Rejang. Saat itu rajanya bergelar Ajai yang dipercayai untuk memimpin sekelompok manusia. Lama kelamaan dari keempat Ajai dan tempat tersebut, rakyat masing-masing terus berkembang, maka keempat Ajai dari empat daerah ini bersepakat mengadakan rapat untuk menentukan batas kekuasaan masing-masing daerah, yang akhirnya disebutlah dengan nama Jang Pat Petuloi.

Diantara raja-raja tersebut nama dan tempatnya masih dikenali sampai saat ini adalah :
1. Ajai Bitang  di Dusun Pelabai (Pelabi) Lebong (Marga  Suku IX sekarang),
2. Ajai Begeleng Mato di Kutai Belek Tebo Lebong (Marga Suku VIII sekarang),
3. Ajai Siang di Dusun Siang Lekat Lebong (Marga Jurukalang)
4. Ajai Tiea Keteko di Dusun Bandar Agung Lebong (Marga Suku IX sekarang).

Berakhirlah zaman Ajai kemudian timbul zaman Biku/Bikau (Biksu). Sekitar abad ke 12 atau 13 atau sekitar 600 dan 700 tahun lalu datanglah keempat Biku ini ke Renah Sekalawi (Lebong) dari Kerajaan Majapahit. Konon, keempat orang ini merupakan putra-putra raja Majapahit. Keempat orang ini dikawal oleh para pengawal dan tujuan mereka datang ke Renah Sekalawi (Lebong) Pinang Belapis menurut riwayat adalah ingin mencari negeri dan akan dipimpin oleh masing-masing empat putra-putra Raja Majapahit.

Hampir sama dengan zaman Ajai, empat orang Biku yang dipercaya untuk memimpin pada saat itu adalah :
1. Biku Sepanjang Jiwo (Petulai Tubei),
2. Biku Bermano (Petulai Bermani atau Manai),
3. Biku Bembo (Petulai Jekalang), dan
4. Bikau Bejenggo (Petulai Selupuak Jang).

Tuan Biku Sepanjang Jiwo, karena arif dan bijaksana dan sangat pengasih penyayang serta sakti, maka diangkatlah dirinya sebagai raja oleh bangsa Rejang untuk menjadi raja menggantikan Ajai Bintang yang berkedudukan di Pelabai (Pelabi). Kemudian datang pula Tuan Biku Bembo dan menjadi raja di Ulu Sungai Ketahun menggantikan Ajai Siang yang berkedudukan di Sukanegeri dekat Tapus dan Biku Bermano  yang juga datang dan kemudian menjadi ketua atau raja  Bangmego Pitulai Bermani di Kota Rukam dekat Dusun Tes. Kemudian datang pula Tuan Biku Bejenggo yang memudiki biduk menyusuri  Sungai Musi sampai  ke Ulu Sungai Musi, akhirnya di sanalah dia diangkat menjadi raja  Bangsa Rejang di Batu Lebar dekat Dusun Agung Rejang.

Ketika Tuan Biku Sepanjang Jiwo berpisah dengan saudara-saudaranya di Majapahit, dirinya sempat memberikan amanat, bila ingin mencari dirinya, hendaklah terlebih dahulu ditimbang Air Tujuh Kuala Sungai. Manakala  kedapatan suatu sungai yang lebih berat  dari yang lain, hendaklah sungai itu dimudiki niscaya akan bertemu dengan dirinya.

Saat itu Tuan Biku Bermano bermaksud untuk mencari saudaranya Biku Sepanjang Jiwo. Setelah menimbang air kuala tujuh buah, maka didapatlah olehnya air kuala sungai Ketahun lebih berat dari air kuala sungai yang lainnya. Akhirnya Tuan Biku Bermano pun menyusuri Sungai Ketahun dengan menaiki sebuah biduk, akhirnya bertemulah Tuan Biku Bermano dengan saudaranya Biku Sepanjang Jiwo.

Saat bertemu dengan saudaranya, Tuan Biku Bermano mengatakan “Disini kiranya saudara-saudara telebong (Telebong artinya terkumpul). Akhirnya Renah Sekalawi bertukar nama menjadi Lebong. Sedangkan negeri tempat pertemuan itu di sebut Pelabai yang artinya tempat.

Pada suatu masa datanglah musim kedukaan dalam Kerajaan Rejang Empat Petulai yakni Tuan Biku Sepanjang Jiwo, Tuan Biku Bermano, Tuan Biku Bembo dan Tuan Biku Bejenggo, rakyat banyak yang sakit dan mati, padi ternak pun tiada yang jadi. Setelah melakukan berbagai upaya untuk menolak balak (bahaya dan musibah) yang juga tiada hasil, maka keempat raja ini mufakat  untuk memanggil dan menyuruh ahli nujum melihat dalam ramalannya terhadap kejadian yang dialami oleh keempat kerajaan tersebut. Menurut perkataan ahli nujum, yang menyebabkan kedatangan marabahaya negeri semacam itu adalah seekor siamang (Beruk) putih yang tinggal di atas Pohon Benuang Sakti. Apabila siamang putih ini mengeluarkan suara ke arah yang ditujunya, maka negeri-negeri sebagian yang dihadapinya itu  mendapat marabahaya seperti yang telah diderita  oleh mereka pada masa itu.

Atas kesepakatan keempat raja tersebut, dicarilah batang Benuang Sakti tempat kediaman Siamang Putih untuk ditebang. Keempat raja ini akhirnya berpencar mencari batang Benuang Sakti yang dimaksud. Akhirnya batang Benuang Sakti yang dimaksud itu ditemukan oleh Tuan Biku Bermano. Ditebangnya batang Benuang Sakti, anehnya saat batang itu ditebang oleh Tuan  Biku Bermano tidak juga kunjung roboh, bahkan lebih anehnya lagi segempal potongan  kayu runtuh akibat ditebang dua gempal pula kayu itu kian membesar batangnya.

Masih menebang pohon sakti itu, datanglah anak buah petulai Tuan Biku Sepanjang Jiwo dan berkata, “Bie Pues beubuie-ubuie mesoa, uyo mako betemeu” (artinya: telah puas kami berduyun-duyun bersama kemari mencari, sekarang bertemu). Akhirnya secara bersama-sama mereka merobohkan Pohon Benuang Sakti. Namun setelah bertambah jumlah personil untuk merobohkan kayu tidak juga bisa dirobohkan bahkan kayu itu tamah berdiri kokoh.

Tidak lama kemudian anak buah petulai Tuan Biku Bejenggo pun datang dan membantu rombongan yang sudah lebih dulu menebang Pohon Benuang Sakti. Kedatangan rombongan yang baru pun ternyata tidak membuahkan hasil. Setiap kali kena tebasan pohon itu justru semakin membesar. Akhirnya, melihat keanehan itu, anak buah Petulai Tuan Biku Bermano  berkata “Keme yo kerjo cigai ade manai ne igai, anak buah Tuan Biku Sepanjang Jiwo berubuie-ubuie kulo, anak buea Tuan Biku Bejenggo bie gupeak kulo kerjo tetapi ati keno kijeu yo lok ubeak berang kalaie Tuan Biku Bembo alang neigai mako silok ubeak kejeu yo” (artinya:  kami bekerja hingga tak berdaya lagi, anak buah Tuan Biku Sepanjang Jiwo telah bersama-sama pula bekerja dan anak buah Tuan Biku Bejenggo telah bertumpuk-tumpuk pula, bekerja tetapi pohon ini tidak juga roboh. Barangkali saja anak buah Tuan Biku Bembo yang menjadi halangannya).

Saat mengatakan demikian, datanglah anak buah tuan Biku Bembo dan Tuan Biku Bermano mengulang kembali pembicaraan dan menceritakan keanehan batang Benuang Sakti yang saat ditebang tidak mau roboh dan justru batangnya bertambah besar.

Akhirnya keempat raja ini kembali  melakukan mufakat untuk bertarak (bertapa) supaya pohon itu bisa ditebang dan roboh. Adapun hasil dari pertapaan itu isinya adalah: “Kalau hendak menyuruh roboh pohon Benuang Sakti itu, hendaklah menguburkan  anak gadis  dibawah pohon itu”

Kononnya pula, Siamang Putih itu bersuara dari atas pohon Benuang Sakti, dikatakannya “Benuang Sakti ini akan rebah kalau dibawahnya akan dikalang oleh tujuh gadis muda remaja”. Akhirnya keempat raja ini kembali bermufakat akan mengadakan anak gadis yang diinginkan oleh Siamang Putih. Mengingat anak buah petulai Biku Bembo datangnya kemudian dan belum membantu bekerja menebang pohon, maka diperintahkan untuk mencari gadis yang dikehendaki itu. Sungguh pun demikian, anak buah Tuan Biku  tersebut mencari  juga akal agar anak gadis yang akan dikuburkan itu tidak mati. Setelah ke tujuh gadis remaja didapati dan segeralah dilakukan penggalian lobang sedalam sembilan hasta dan lebar sembilan hasta pula. Pekerjaan untuk itupun akhirnya dilakukan dan masing-masing anak buah diberikan tugas yang berbeda-beda, ada yang menggali lubang, membuat penghadang atau kalang, ada pula yang mencari penutup. Sementara anak buah Biku Bermano  memberi makanan beram manis kepada pekerja.

Tidak lama kemudian, setelah pekerjaan usai dan dikuburkan hidup-hidup ketujuh gadis remaja itu, barulah  pohon benuang sakti ditebang dan akhirnya roboh di atas tempat ke tujuh anak gadis itu di kuburkan. Ke tujuh anak gadis itu pun selamat dan siamang putih pun raib.

Akhirnya setelah kayu sakti itu roboh dan siamang putih pun raib, keempat kelompok itu mendapatkan julukan masing-masing menurut kelakuan dan pekerjaan waktu menebang pohon yang dikenal Pat Petulai yang masing-masing diberi nama :
  1. Petulai Sepanjang Jiwo diberi nama Tubai (Tubei) asal katanya dari beubei-ubei artinya bertumpuk-tumpuk.
  2. Petulai Bembo diberi nama Juru Kalang yang artinya tukang galang.
  3. Petulai Bejenggo diberi nama Selupuei (Selupu) berasal dari kata berupuei-upuei artinya bergegas-gegas.
  4. Petulai Bermano diberi nama Manei artinya daya.
Keempat Biku tersebut berhasil menebang Pohon Benuang Sakti mereka pun beristirahat untuk melepas lelah. Pada saat istirahat, cacahan kayu Benuang Sakti disusun oleh mereka untuk menyimbolkan kata-kata yang mereka ucapkan, menjadi bentuk-bentuk huruf yang mereka sebut Ka Ga Nga.

No comments:

Post a Comment